Definisi pre-eklamsi
o
Pre eklamsia adalah keadaan dimana
hipertensi disertai dengan proteinuria, edema atau kedua-duanya yang terjadi
akibat kehamilan setelah minggu ke 20 atau kadang-kadang timbul lebih awal bila
terdapat perubahan hidatidiformis yang luas pada vili dan korialis (Mitayani, 2009).
o
Preeklamsi adalah penyakit dengan
tanda-tanda hipertensi, proteinuria, dan edema yang timbul karena kehamilan.
Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke tiga pada kehamilan, tetapi
dapat terjadi sebelumnya misalnya pada molahidatidosa. (Rukiyah, 2010).
o
Preeklampsia
merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana hipertensi terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya
memiliki tekanan darah normal. (Bobak , 2004)
o
Pre eklamsia adalah timbulnya
hipertensi disertai proteinnuria dan
atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.
Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit
trofoblas. (Sujiyatini, 2009)
o
Pre eklamsia dapat dideskripsikan
sebagai kondisi yang tidak dapat diprediksi dan progresif serta berpotensi
mengakibatkan disfungsi dan gagal multi organ yang dapat mengganggu kesehatan
ibu dan berdampak negative pada lingkungan janin. (Boyle M, 2007)
Etiologi
Penyebab pre eklamsia saat ini tak
bisa diketahui dengan pasti, walaupun penelitian yang dilakukan terhadap
penyakit ini sudah sedemikian maju. Semuanya baru didasarkan pada teori yang
dihubungkan dengan kejadian. Itulah sebab pre eklamsia disebut juga “disease of theory” (Rukiyah, 2010).
Teori yang dapat diterima
haruslah dapat menerangkan hal – hal berikut : (1) sebab bertambahnya frekuensi
pada primigravida, kehamilan ganda,
hidramnion, dan molahidatidosa; (2)
sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan; (3) sebab dapat
terjadinya perbaiakan keadaan penderita dengan kematian janin dalam uterus; (4)
sebab jarangnya terjadi eklamsia pada kehamilan-kehamilan berikutnya; dan (5)
sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma. (Hanifa W,
2006).
Dari hal-hal tersebut diatas,
jelaslah bahwa bukan hanya satu faktor, melainkan banyak faktor yang
menyebabkan pre-eklamsia dan eklamsia.
Adapun teori-teori yang dihubungkan
dengan terjadinya preeklamsia adalah:
1) Peran prostasiklin dan trombiksan
Pada preeklamsia didapatkan
kerusakan pada endotel vaskular, sehingga terjadi penurunan produksi
prostsiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktifasi pengumpulan
dan fibrinolisis, yang kemudian akan digant trombin dan plasmin,trombin akan
mengkonsumsi anti trombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktifasi
trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga
terjadi vasospasme dan kerusakan
endotel (Rukiyah, 2010).
2) Peran faktor
imunologis
Preeklamsia sering terjadi pada
kehamilan pertama dan tidak timbu lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat
ditererangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies
terhadap antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan
berikutnya. Beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada penderita
PE-E, beberapa wanita dengan PE-E mempunyai komplek imun dalam serum, beberapa
studi juga mendapatkan adanya aktifasi sistem komplemen pada PE-E diikuti
proteinuria (Rukiyah, 2010).
3) Faktor genetik
Beberapa bukti menunjukkan peran
faktor genetik pada kejadian PE-E antara lain : (1) preeklamsia hanya terjadi
pada manusia; (2) terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi PE-E pada
anak-anak dari ibu yang menderita PE-E; (3) kescenderungan meningkatnya
frekuensi PE-E pada anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat PE-E dan bukan pada
ipar mereka; (4) peran renin-angiotensin-aldosteron
sistem (RAAS) (Rukiyah, 2010).
Yang jelas preeklamsia
merupakan salah satu penyebab kematian pada ibu hamil, disamping infeksi dan
perdarahan, Oleh sebab itu, bila ibu hamil ketahuan beresiko, terutama sejak
awal kehamilan, dokter kebidanan dan kandungan akan memantau lebih ketat
kondisi kehamilan tersebut.
Beberapa penelitian
menyebutkan ada beberapa faktor yang dapat menunjang terjadinya preeklamsia dan
eklamsia. Faktor-faktor tersebut antara lain,gizi buruk, kegemukan, dan
gangguan aliran darah kerahim. Faktor resiko terjadinya preeklamsia,
preeklamsia umumnya terjadi pada kehamilan yang pertama kali, kehamilan di usia remaja dan kehamilan pada wanita
diatas usia 40 tahun. Faktor resiko yang lain adalah riwayat tekanan darah
tinggi yang kronis sebelum kehamilan, riwayat mengalami preeklamsia sebelumnya,
riwayat preeklamsia pada ibu atau saudara perempuan, kegemukan,mengandung lebih
dari satu orang bayi, riwayat kencing manis, kelainan ginjal, lupus atau rematoid artritis (Rukiyah 2010).
Sedangkan menurut Angsar
(2008) teori – teorinya sebagai berikut:
1) Teori kelainan
vaskularisasi plasenta
Pada
kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapatkan aliran darah dari cabang –
cabang arteri uterina dan arteri ovarika yang menembus miometrium dan menjadi
arteri arkuata, yang akan bercabang menjadi arteri radialis. Arteri radialis
menembus endometrium menjadi arteri basalis memberi cabang arteri spiralis.
Pada kehamilan terjadi invasi trofoblas kedalam lapisan otot arteri spiralis,
yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi distensi dan
vasodilatasi arteri spiralis, yang
akan memberikan dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular,
dan peningkatan aliran darah pada utero plasenta. Akibatnya aliran darah ke
janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga menjamin
pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan remodelling arteri spiralis. Pada pre eklamsia
terjadi kegagalan remodelling menyebabkan arteri spiralis menjadi kaku dan
keras sehingga arteri spiralis tidak mengalami distensi dan vasodilatasi,
sehingga aliran darah utero plasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan
iskemia plasenta.
2) Teori Iskemia Plasenta, Radikal bebas, dan Disfungsi Endotel
a.Iskemia
Plasenta dan pembentukan Radikal Bebas
Karena
kegagalan Remodelling arteri spiralis akan berakibat plasenta mengalami
iskemia, yang akan merangsang pembentukan radikal bebas, yaitu radikal
hidroksil (-OH) yang dianggap sebagai toksin. Radiakl hidroksil akan merusak
membran sel yang banyak mengandung asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida
lemak. Periksida lemak juga akan merusak nukleus dan protein sel endotel
b.Disfungsi
Endotel
Kerusakan
membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya
seluruh struktur sel endotel keadaan ini disebut disfungsi endotel, yang akan
menyebabkan terjadinya :
a) Gangguan
metabolisme prostalglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2) yang merupakan suatu vasodilator kuat.
b) Agregasi
sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi
trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) yaitu suatu vasokonstriktor kuat. Dalam
keadaan normal kadar prostasiklin lebih banyak dari pada tromboksan. Sedangkan
pada pre eklamsia kadar tromboksan lebih banyak dari pada prostasiklin,
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan darah.
c) Perubahan khas
pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular endotheliosis) .
d) Peningkatan permeabilitas kapiler.
e) Peningkatan
produksi bahan – bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO menurun sedangkan
endotelin meningkat.
f)
Peningkatan faktor koagulasi
3) Teori
intoleransi imunologik ibu dan janin
Pada
perempuan normal respon imun tidak menolak adanya hasil konsepsi yang bersifat
asing. Hal ini disebabkan adanya Human Leukocyte Antigen Protein G (HLA-G) yang
dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel natural killer (NK) ibu.
HLA-G juga akan mempermudah invasis el trofoblas kedalam jaringan desidua ibu.
Pada plasenta ibu yang mengalami pre eklamsia terjadi ekspresi penurunan HLA-G
yang akan mengakibatkan terhambatnya invasi trofoblas ke dalam desidua.
Kemungkinan terjadi Immune-Maladaptation
pada pre eklamsia.
4) Teori Adaptasi
kardiovaskular
Pada
kehamilan normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan vasopresor. Refrakter
berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan vasopresor atau
dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon
vasokonstriksi. Refrakter ini terjadi akibat adanya sintesis prostalglandin oleh sel endotel. Pada
pre eklamsia terjadi kehilangan kemampuan refrakter terhadap bahan vasopresor
sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor sehingga pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi
dan mengakibatkan hipertensi dalam kehamilan.
5) Teori
Genetik
Ada
faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotype ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan
secara familial jika dibandingkan dengan genotype janin. Telah terbukti bahwa
ibu yang mengalami pre eklamsia, 26% anak perempuannya akan mengalami pre
eklamsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami pre eklamsia.
6) Teori
Defisiensi Gizi
Beberapa
hasil penelitian menunjukkan bahwa defisiensigizi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian
terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan dapat mengurangi resiko pre
eklamsia. Minyak ikan banyak mengandung asam lemak tidak jenuh yang dapat
menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.
7) Teori Stimulasi
Inflamasi
Teori
ini berdasarkan bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah
merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Berbeda dengan proses apoptosis pada pre eklamsia,
dimana pada pre eklamsia terjadi peningkatan stres oksidatif sehingga produksi
debris trofoblas dan nekrorik trofoblas juga meningkat. Keadaan ini
mengakibatkan respon inflamasi yang besar juga. Respon inflamasi akan
mengaktifasi sel endotel dan sel makrofag/granulosit yang lebih besar pula,
sehingga terjadi reaksi inflamasi menimbulkan gejala – gejala pre eklamsia pada
ibu.
Patofisiologi
Menurut Bobak (2004) adaptasi
fisiologi normal pada kehamilan meliputi peningkatan volume plasma darah,
vasodilatasi, penurunan resistensi vaskular sistemik (systemic vascular
resistance [SVR]), peningkatan curah jantung dan penurunan tekanan osmotik koloid.
Pada pre eklamsia, volume plasma yang beredar menurun, sehingga hemokonsentrasi dan peningkatan
hematokrit maternal. Perubahan ini membuat perfusi organ maternal menurun,
termasuk perfusi ke unit janin uteroplasenta. Vasospasme siklik lebih lanjut
menurunkan perfusi organ dengan menghancurkan sel – sel darh merah, sehingga
kapasitas oksigen maternal menurun. Vasopasme merupakan sebagian mekanisme
dasar tanda dan gejala yang menyertai pre eklamsia. Vasopasme merupakan akibat
peningkatan sensitivitas terhadap tekanan peredaran darah, seperti angiotensin
II dan kemungkinan suatu ketidak seimbangan abtara prostasiklin prostaglandin dan tromboksan A2.
Selain kerusakan endotelil vasospasme arterial turut menyebabkan peningkatan
permeabilitas kapiler. Keadaan ini meningkatkan edema dan lebih lanjut
menurunkan volume intra vaskular, mempredisposisi pasien yang mengalami pre
eklamsia mudah menderita edema paru.
Hubungan sistem imun dengan
pre eklamsia menunjukkan bahwa faktor-faktor imunologi memainkan peran penting
dalam perkembangan pre eklamsia. Keberadaan protein asing, plasenta, atau janin
bisa membangkitkan respons imunologis
lanjut. Teori ini di dukung oleh peningkatan insiden pre eklamsia-eklamsia pada
ibu baru (pertama kali terpapar jaringan janin) dan pada ibu hamil dari
pasangan yang baru (materi genetik yang berbeda).
Menurut Mochtar (2007) Pada
preeklamsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan
air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerolus. Pada
beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat
dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh
mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi
kenaikan tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan
kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang
berlebihan dalam ruangan intertisial belum diketahui penyebabnya, mungkin
karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi
perubahan glomerolus.
Menurut Rukiyah (2010)
Vaskonstriksi merupakan dasar patogenesis PE-E. Vasokonstriksi menimbulkan
peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi . adanya
vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga
terjadi kerusakan endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel,
kebocoran arteriol disertai perdarahan mikro pada tempat endotel. Selain itu
Hubel 1989 yang dikutip oleh Rukiyah (2010) mengatakan bahwa adanya vasokonstriksi
arteri spiralis akan menyebabkan terjadinya penurunan perfusi utero plasenta
yang selanjutnya akan menimbulkan maladaptasi plasenta. Hipoksi/anoksia
jaringan merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak, sedangkan prose
hiperoksidase itu sendiri memerlukan peningkatan konsumsi oksigen, sehingga
dengan demikian akan menggangu metabolisme di dalam sel peroksidase lemak
adalah hasil proses oksidase lemak tak jenuh yang menghasilkan hiperoksidase lemak jenuh. Peroksidase
lemak merupakan radikal bebas. Apabila keseimbangan antara peroksidase
terganggu diman peroksidase dan oksidan lebih
dominan maka akan timbul keadaan
yang disebut stress oksidatif. Pada PE-E serum anti oksidan kadarnya menurun
dan plasenta menjadi sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita
hamil normal serumnya mengandung transferin, ion tembaga dan sulfhidril yang
berperan sebagai antioksidan yang cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam
aliran darh melalui ikatan lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan sampai kesemua
komponen sel yang dilewati termasuk sel-sel endotel tersebut. Rusaknya sel-sel
endotel tersebut. Rusaknya sel – sel endotel akan mengakibatkan antara lain:
adhesi dan agresi trombosit, gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap
plasma, terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotinin sebagai akibat
rusaknya trombosit, produksi prostasiklin dan tromboksan, terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi
oksigen oleh peroksidase lemak.
Menurut Zweifel (1922) yang
dikutip oleh Manuaba (2008) mengemukakan bahwa gejala gestosis tidak dapat
diterangkan dengan satu faktor atau teori tetapi merupakan multifakor (teori
yang menggambarkan berbagai manifestasi klinis yang kompleks yang oleh Zweifel
disebut diseases of theory. Berbagai teori yang mencoba menerangkan gambaran
klinis adalah genetic, teori imunologik, teori iskemia region uteroplasenter,
teori kerusakan endotel pembuluh darah, teori radikal bebas adan kerusakan
endotel, teori trombosit, dan teori diet yang diterangkan untuk kepentingan
sehari-hari adalah teori diet dan teori yang diakui POGI. Menurut teori diet ibu hamil, kebutuhan kalsium ibu
hamil cukup tinggi untuk pembentukan tulang dan organ lain janin, yaitu 2-2,5
g/hari. Bila terjadi kekurangan kalsium, kalsium ibu hamil akan dikuras untuk
memenuhi kebutuhan sehingga terjadi pengeluaran kalsium dari jaringan otot.
Minyak ikan mengandung banyak asam lemak tak jenuh sehingga dapat menghindari
dan menghambat pembentukan trombokson dan mengurangi aktivitas trombosit. Oleh
karena itu, minyak ikan dapat menurunkan kejadian pre eklamasia / eklamasia.
Diduga bahwa minyak ikan mengandung kalsium. Fungsi kalsium dalam otot jantung
menimbulkan peningkatan kontraksi sehingga dapat mempertahankan dan
meningkatkan volume sekuncup jantung dan tekanan darah dapat dipertahankan.
Kalsium pada otot pembuluh darah mengendalikan dan mengurangi
kontraksi-kontraksi sehingga tekanan darah dapat dikendalikan bersama dengan
vasokontriktor lainnya. Kekurangan kalsium yang terlalu lama menyebabkan
dikeluarkannya kalsium dari jaringan otot sehingga menimbulkan manifestasi
sebagai berikut : keluar dari otot jantung menimbulkan melemahnya kontraksi
otot jantung dan menurunkan volume sekuncup sehingga aliran darah akan menurun;
keluar dari otot pembuluh darah akan menimbulkan kontraksi, meningkatkan tekanan darah tinggi.
Dengan demikian ibu hamil memerlukan
2 – 2,5 g kalsium untuk mempertahankan konsentrasi dalam darah menjadi konstan,
sehingga tidak akan menimbulkan peningkatan tekanan darah. Dalam praktik
sehari-hari, bidan sudah dapat memberi kalsium pada ibu hamil yang merupakan
otot polos dapat digambarkan sebagai berikut :
1) Ikatan antara
myosin dan aktin menjadi dasar terjadinya kontraksi dengan peranan kalsium.
2) Bila terjadi
penurunan konsentrasi kalsium akan terjadi reaksi yang berlawanan sehingga
kontraksi meurun dan akibat terdapat penurunan volume sekuncup jantung dan
seterusnya mengakibatkan iskemia region.
Penurunan kalsium dapat terjadi karena masukan yang kurang, kemampuan
resorbi menurun kalsium mengalami keterasingan (terisolasi)
Hal ini menyebabkan mata rantai
peranan terputus. Pemberian kalsium 22,5 g pada ibu hamil akan menurunkan
kejadian pre eklampsia / eklampsia yang bermakna terutama melalui kerja pada
miosis kinase rantai ringan. Dalam standar pendidikan obstetric dan ginekologi,
POGI tersurat teori yang dianut “iskemia region uteroplasenter” dengan teori
lainnya. Kejadian pre eklampsia/ eklampsia yaitu antara antepartus, intrapartus
dan pasca partus.
Klasifikasi
1) Pre-eklamsia
ringan
Adalah
timbulnya hipertensi disertai protein urin dan atau edema setelah umur
kehamilan 20 minggu atau segera setelah kehamilan. Gejala ini dapat timbul
sebelum umur kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas (Rukiyah, 2010). Gejala klinis pre eklamsi ringan meliputi
:
a) Kenaikan
tekanan darah sistol 30 mmHg atau lebih, diastol 15 mmHg atau lebih dari
tekanan darah sebelum hamil pada kehamilan 20 minggu atau lebih atau sistol 140
mmHg sampai kurang 160 mmHg, diastol 90 mmHg sampai kurang 110 mmHg.
b) Edema pada
pretibia, dinding abdomen, lumbosakral, wajah atau tangan
c) Proteinuria
secara kuantitatif lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau secara kualitatif
positif 2.
d)
Tidak disertai gangguan fungsi organ
2)
Pre-eklamsia berat
Adalah suatu komplikasi kehamilan
yang di tandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atu lebih disertai
protein urin dan atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Rukiyah,
2010).
Gejala dan tanda pre eklamsia berat
:
a) Tekanan darah
sistolik >160 dan diastolik >110 mmHg atau lebih.
b) Proteinuria >
3gr/liter/24 jam atau positif 3 atau positif 4
c) Pemeriksaan
kuatitatif bisa disertai dengan :
d) Oliguria, yaitu
jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam.
e) Adanya gangguan
serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri di epigastrium.
f) Terdapat edema
paru dan sianosis.
g) Gangguan
perkembangan intra uterin
h) Trombosit <
100.000/mm3
Gejala pre eklamsia
Biasanya
gejala pre eklmsia timbul dalam urutan : pertambahan berat badan yang lebih,
diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya protein urin. Pada pre eklamsia ringan
tidak di temui gejala – gejala subyektif, namun menurut rukiyah (2010)
mengatakan :
1)
Pre eklamsia Ringan
a)
Kenaikan tekanan darh sistol 30 mmHg atau lebih
b)
Kenaikan tekanan diastole15 mmHg
atau lebih dari tekanan darah sebelum hamil pada kehamilan 20 minggu atau lebih
c)
Protein urin secara kuantitatif lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau secara
kualitatif positif 2
d)
Edema pada pretebia, dinding abdomen, lumbosakral,
dan wajah
2)
Pre eklamsia Berat
a) Tekanan darah
sistolik ≥ 160 mmHg
b) Tekanan darah
diastolik ≥ 110 mmHg
c) Peningkatan
kadar enzim hati/ikterus
d) Trombosit <
100.000/mm3
e) Oligouria <
400 ml/24 jam
f) Protein
urin > 3 gr/liter
g) Nyeri
epigastrium
h) Skotoma dan gangguan
visus lain atau nyeri frontal yang berat
j) Edema
pulmonum
Perubahan Pada Organ-Organ
Menurut
Winkjasastro Hanifa (2006) pada penderita preeklamasi dapat terjadi perubahan
pada organ-organ, antara lain :
1)
Perubahan anatomi patologik
a.Plasenta
Pada pre eklamsia terdapat spasme
arteriol spiralis desidua dengan akibat menurunnya aliran darah ke plasenta.
Perubahan plasenta normal sebagai akibat tuanya kehamilan, seperti menipisnya sinsitium,
menebalnya dinding pembuluh darah dalam vili karena fibrosis dan konversi mesoderm menjadi jaringan fibrotik dipercepat
prosesnya pada pre eklamsia dan hipertensi. Pada pre eklamsia yang jelas ialah
atrofi sinsitium, sedangkan pada hipertensi menahun terdapat terutama perubahan
pada pembuluh darah dan stroma. Arteri spiralis mengalami konstriksi dan penyempitan, akibat aterosis akut disertai
necrotizing arteriopathi.
b.Ginjal
Alat ini besarnya normal atau dapat
membengkak. Pada simpai ginjal dan pada pemotongan mungkin ditemukan perdarahan
– perdarahan kecil. Penyelidikan biopsi pada ginjal oleh Altchek dan
kawan-kawan (1968) menunjukkan pada pre eklamsia bahwa kelainan berupa: 1)
kelainan glomerulus; 2) hiperplasia sel-sel jukstaglomerulus; 3) kelainan pada
tubulus-tubulus henle; 4) spasme pembuluh darah ke glomerulus. Glomerulus tampak sedikit membengkak dengan
perubahan-perubahan sebagai berikut: a) sel-sel diantara kapiler bertambah; b)
tampak dengan mikroskop biasa bahwa membrana basalis dinding kapiler glomerulus
seolah-olah terbelah, tetapi ternyata keadaan tersebut dengan mikroskop
elektron disebabkan oleh bertambahnya matriks mesangial; c) sel-sel kapiler
membengkak dan lumen menyempit atau tidak ada; d) penimbunan zat protein berupa
serabut ditemukan dalam kapsul bowman. Sel-sel jukstaglomeruler tampak membesar
dan bertambah dengan pembengkakan sitoplasma sel dan bervakuolisasi. Epitel tubulus-tubulus henle berdeskuamasi hebat, tampak jelas fragmen
inti sel terpecah-pecah. Pembengkakan sitoplasma dan vakuolisasi nyata sekali.
Pada tempat lain tampak regenerasi. Perubahan – perubahan tersebutlah tampaknya
yang menyebabkan proteinuria dan
mungkin sekali ada hubungannya dengan retensi garam dan air.
c.Hati
Alat ini besarnya normal, pada permukaan
dan pembelahan tampak tempat – tempat perdarahan yang tidak teratur. Pada
pemerikaan mikroskopik dapat ditemukan pedarahan dan nekrosis pada tepi
lobules, disertai thrombosis pada pembuluh darah kecil, terutama disekitar vena
porta. Walaupun umumnya lokasi ialah periportal,
namun perubahan tersebut dapat ditemukan ditemukan ditempat-tempat lain. Dalam
pada itu, rupanya tidak ada hubungan langsung antara berat penyakit dan luas
perubahan hati.
d.Otak
Pada penyakit yang belum lanjut
hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks serebri, pada keadaan lanjut
ditemukan perdarahan.
e. Retina
Kelainan yang sering ditemukan pada
retina ialah spasmus pada arteriola – arteriola, terutama yang dekat pada
diskus optikus. Vena tampak lekuk pada persimpanagan dengan arteriola. Dapat
terlihat edema pada diskus optikus dan retina. Ablasio retina juga dapat terjadi tetapi komplikasi ini
prognosisnya baik karena retina akan melekat lagi beberapa minggu post partum.
Perdarahan dan eksudat jarang ditemukan pada pre eklamsia, biasanya kelainan
tersebut menunjukkan adanya hipertensi menahun.
f.Paru-Paru
Paru-paru menunjukkan berbagai
tingkat edemma dan perubahan karena bronkopnemonia
sebagai akibat aspirasi. Kadang – kadang ditemukan abses paru – paru.
g.Jantung
Pada sebagian besar penderita
yang mati karena eklamsi jantung biasanya mengalami perubahan degeneratif pada miokardium. Sering ditemukan degenerasi
lemak dan cloudy swelling serta nekrosis dan pendarahan. Sheehan (1958)
menggambarkan pendarahan subendokardial disebelah kiri septum interventrikulare
pada kira-kira dua pertiga penderita eklampsia yang meninggal dalam 2 hari
pertama setelah timbulnya penyakit.
h.Kelenjar adrenal
Kelenjar adrenal dapat menunjukkan
kelainan berupa pendarahan dan nekrosis dalam berbagai tingkat.
2)
Perubahan fisiologi patologik
a.Perubahan pada plasenta dan uterus
Menurunnya aliran darh ke plasenta
mengakibatkan disfungsi plasenta. Pada hipertensi yang agak lama pertumbuhan
janin terganggu, pada hipertensi yang lebih pendek bisa terjadi gawat janin
sampai kematiannya karena kekurangan oksigenasi. Kenaikan tonus uterus dan kepekaan terhadap perangsangan sering didapatkan
pada pre eklamsia dan eklamsia sehingga mudah terjadi partus prematurus.
b.Perubahan pada ginjal
Perubahan pada ginjal disebabkan
oleh aliran darah ke dalam ginjal menurun, sehingga menyebabkan filtrasi
glomerulus mengurang. Kelainan pada ginjal yang penting ialah dalam hubungan
dengan proteinuria dan mungkin sekali juga dengan retensi air garam dan air.
Mekanisme retensi garam dan air belum diketahui benar, tetapi disangka akibat
perubahan dalam perbandingan antara tingkat filtrasi glomerulus dan tingkat
penyerapan kembali oleh tubulus. Pada kehamila normal penyerapan ini meningkat
sesuai dengan kenaikan filtrasi glomerulus. Penurunan filtrasi glomerulus
akibat spasmus arterioles ginjal menyebabkan fltrasi natrium melalui glomerulus
menurun, yang menyebabkan retensi garm dan dengan demikian juga retensi air.
Peranan kelenjar adrenal dalam retensi garam dan air belum diketahui benar.
Fungsi ginjal pada pre eklampsia tampaknya agak menurun bila dilihat dari
clearance asam uric. Filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50% dari normal,
sehingga menyebabkan dieresis turun; pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria
atau anuria.
c.Perubahan pada retina
Pada pre eklampsia tampak edema
retina, spasmus setempat atau enyeluruh pada satu atau beberapa arteri; jarang
terlihat perdarahan atau eksudat. Retinopatia arteriosklerotika menunjukkan
penyakit vaskuler yang menahun. Keadaan tersebut tak tampak pada pre eklampsia,
kecuali bila terjadi atas dasar hipertensi menahun atau penyakit ginjal.
Spasmus arteri retina yang nyata menunjukkan adanya pre eklampsia berat;
walaupun demikian, vasopasmus ringan tidak selalu menunjukkan pre eklampsia
ringan. Pada pre eklampsia jarang terjadi ablasio retina. Keadaan ini disertai
dengan buta sekonyong-konyong. Pelepasan retina disebabkan oleh edema intraokuler dan merupakan indikasi untuk pengakhiran kehamilan
segera. Biasanya setelah persalinan berakhir. Retina melekat lagi dalam 2 hari
sampai 2 bulan. Gangguan penglihatan secara tetap jarang ditemukan. Skotoma,
diplopia dan ambliopia pada penderita pre eklampsia merupakan gejala yang
menunjukkan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan
aliran darah dalam pusat penglihatan di korteksserebri atau dalam retina.
d.Perubahan pada Paru – paru
Kematian ibu pada pre-eklamsia dan
eklamsia biasanya disebabkan oleh edema paru yang menimbulkan decompensasi
cordis. Bisa pula karena terjadinja aspirasi pnemonia,atau abses paru.
e.Perubahan pada otak
Mc Call melaporkan bahwa resistensi
pembuluh darah dalam otak pada hipertensi dalam kehamilan lebih meninggi lagi
pada eklampsia. Walaupun demikian, aliran darah ke otak dan pemakaian oksigen pada
pre eklampsia tetap dalam batas normal. Pemakaian oksigen oleh otak hanya
menurun pada eklampsia.
f. Metabolisme air dan
Elektrolit
Hemokonsentrasi yang menyertai pre
eklampsia dan eklampsia tidak hanya diketahui sebabnya. Terjadi disini
pergeseran cairan dari ruang intravaskuler ke ruang interstisial. Kejadian ini,
yang diikuti oleh kenaikan hematokrit, peningkatan protein serum dan sering
bertambah edema, menyebabkan volume darah mengurang, viskositet darah meningkat, waktu peredaran darah tepi lebih lama.
Karena itu, aliran darah ke jaringan di berbagai bagian tubuh mengurang, dengan
akibat hipoksia. Dengan perbaikan keadaan, hemokonsentrasi berkurang, sehingga
turunnya hematokrit dapat dipakai sebagai ukuran tentang perbaikan keadaan
penyakit dan tentang berhasilnya pengobatan. Jumlah air dan natrium dalam badan
lebih banyak pada penderita pre eklampsia daripada wanita hail biasa atau
penderita hipertensi menahun. Penderita pre eklampsia tidak dapat mengeluarkan
dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi
glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah.
Elektrolid, kristaloid dan protein
dalam serum tidak menunjukkan perubahan yang nyata pada pre eklampsia.
Konsentrasi kalium, natrium, kalsium dan klorida dalam serum biasanya dalam
batas normal. Gula darah, ikarbonas dan pH pun normal. Pada eklampsia,
kejang-kejang dapat menyebabkan kadar gula darah naik untuk sementara; asidum
laktikum dan asam organic lain naik dan bikarbonas natrikus, sehingga
menyebabkan cadangan alkali turun. Setelah kejangan, zat organic dioksida
sehingga natrium dilepaskan untuk dapat bereaksi dengan asam karbonik menjadi
bikarbonas natrikus. Dengan demikian cadangan alkali dapat pulih kembali. Oleh
beberapa penulis kadar asam urat dalam darah dipakai sebagai parameter untuk
menentukan proses pre eklampsia menjadi baik atau tidak. Pada keadaan normal
asam urat melewati glemorulus dengan
sempurna untuk diserap kembali dengan sempurna oleh tubulus kontorti
proksimalis dan akhirnya dikeluarkan oleh tubulus kontorti distalis. Tampaknya
perubahan pada glomerulus dengan sempurna untuk diserap kembali dengan sempurna
oleh tubulus kontorti proksimalis dan akhirnya dikeluarkan oleh tubulus
kontorti distalis. Tampaknya perubahan pada glomerulus menyebabkan filtrasi
asam urat mengurang, sehingga kadarnya dalam darah meningkat. Akan tetapi,
kadar asam urat yang tinggi tidak selalu ditemukan. Selanjutnya, pemakaian
diuretika golongan tiazid menyebabkan kadar asam urat meningkat. Kadar keratin
dan ureum pada pre eklampsia tidak meningkat, kecuali bila terjadi oliguria
atau anuria. Protein serumtotal, perbandingan albumin globulin dan tekanan osmotic plasma menurun pada pre eklampsia, kecuali pada penyakit
yang berat dengan hemokonsentrasi. Pada kehamilan cukup bulan kadar fibrinogen meningkat dengan nyata.
Kadar tersebut lebih meningkat lagi pada pre eklampsia. Waktu pembekuan lebih
pendek dan kadang-kadang ditemukan kurang dari 1 menit pada eklampsia.
Frekuensi
Ada
yang melaporkan angka kejadian sebanyak 6% dari seluruh kehamilan, dan 12% pada
kehamilan primigravida. Menurut beberapa penulis lain frekuensi dilaporkan
sekitar 3-10%. Lebih banyak dijumpai pada primigravida daripada multigravida,
terutama primigravida usia muda. Faktor-faktor predisposisi untuk terjadinya
preeklamsia adalah molahidatidosa, diabetes melitus, kehamilan ganda, hidrops
fetalis, obesitas, dan umur yang lebih dari 35 tahun (Mochtar, 2007).
Menurut
Winkjosastro Hanifa (2006) Frekuensi pre eklamsia pada tiap negara berbeda-beda
karena banyak faktor yang mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial
ekonomi, perbedaan kriterium dalam penentuan diagnosis, dan lain-lain. Dalam
kepustakaan frekuensi dilaporkan berkisar antara 3-10%. Pada primigravida
frekuensi pre eklamsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan multi gravida,
hidrops fetalis, umur > 35 tahun, dan obesitas
merupakan faktor predisposisi untuk
terjadinya pre eklamsia.
8. Faktor resiko pre eklamsia
Menurut Chapman Vicky (2006), factor
resiko pre eklamsia :
1) Pre eklamsia 10
kali lebih sering terjadi pada primigravida
2) Kehamialn ganda
memiliki resiko lebih dari 2 kali lipat
3) Obesitas (yang
dengan indeks masa tubuh > 29) meningkatkan resiko 4 kali lipat.
4) Riwayat
hipertensi
5) Diabetes
6) Pre eklamsia
sebelumnya (20% resiko kekambuhan)
Menurut Bobak (2004), factor
resiko pre eklamsia :
1) Primi gravid, multi para (Mitayani,
2009)
2) Usia < 20
atau > 35 tahun
3) Obesitas
5) Hipertensi
sebelumnya
6) Kehamilan mola
7) Kehamilan ganda
9) Pre eklamsia
pada kehamilan sebelumnya
Diagnosis
Menurut
Mitayani (2009), diagnosis di tegakkan berdasarkan :
1.
Wawancara
a.
Riwayat Kesehatan
1)
Riwayat kesehatan dahulu
a) Kemungkinan ibu menderita
penyakit hipertensi sebelum hamil
b) Kemungkinan ibu
mempunyai riwayat pre eklamsia pada kehamilan terdahulu
c) Biasanya mudah
terjadi pada ibu yang obesitas
d) Ibu mungkin pernah
menderita ginjal kronis
2)
Riwayat kesehatan sekarang
a) Ibu merasakan
sakit kepala di daerah frontal
b) Terasa sakit di
ulu hati/nyeri eoigastrium
c) Gangguan virus
: pandangan mata kabur, skotoma dan diplopia
d) Mual dan
muntah, tidaka da nafsu makan
e) Gangguan
serebral lain misal: refleks tinggi dan tidak tenang
f) Edema
pada ekstremitas
g) Tengkuk terasa
berat
h) Kenaikan berat badan
mencapai 1 kg seminggu
Penanganan
Preeklamsia ringan menurut Rukiyah (2010), dapat dilakukan dengan dua cara
tergantung gejala yang timbul yakni :
1.
Pre Eklamsia Ringan
a)
Penatalaksanaan rawat jalan pasien preeklamsia ringan, dengan cara : ibu
dianjurkan banyak istirahat (berbaring,tidur/miring), diet : cukup protein,
rendah karbohidrat, lemak dan garam;
pemberian sedativa ringan : tablet
phenobarbital 3×30 mg atau diazepam 3×2 mg/oral selama 7 hari (atas instruksi
dokter); roborantia; kunjungan ulang selama 1 minggu; pemeriksaan laboratorium:hemoglobin, hematokrit, trombosit,
urin lengkap, asam urat darah, fungsi hati, fungsi ginjal.
b)
Penatalaksanaan rawat tinggal pasien preeklamsi ringan berdasarkan kriteria :
setelah duan minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan adanya perbaikan
dari gejala-gejala preeklamsia; kenaikan berat badan ibu 1kg atau lebih/minggu
selama 2 kali berturut-turut (2 minggu); timbul salah satu atau lebih gejala
atau tanda-tanda preeklamsia berat.
Bila
setelah satu minggu perawatan diatas tidak ada perbaikan maka preeklamsia
ringan dianggap sebagai preeklamsia berat. Jika dalam perawatan dirumah sakit
sudah ada perbaikan sebelum 1 minggu dan kehamilan masih preterm maka penderita
tetap dirawat selama 2 hari lagi baru dipulangkan. Perawatan lalu disesuaikan
dengan perawatan rawat jalan.
Perawatan
obstetri pasien preeklamsia menurut Rukiyah (2010) adalah :
a)
Kehamilan preterm (kurang 37 minggu)
: bila desakan darah mencapai normotensi selama perawatan, persalinan ditunggu
sampai aterm; bila desakan darah turun tetapi belum mencapai normotensi selama
perawtan maka kehamilanya dapat diakhiri pada umur kehamilan 37 minggu atau
lebih.
b)
Kehamilan aterm (37 minggu atau lebih) : persalinan ditunggu sampai terjadi
onset persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan persalinan pada tanggal
taksiran persalinan
c)
Cara persalinan: Persalinan dapat dilakukan secara spontan bila perlu
memperpendek kala II.
2.Pre
eklamsia Berat
Ditinjau
dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklamsia berat selama
perawatan maka perawatan dibagi menjadi : 1). Perawatan aktif yaitu kehamilan
segera diakhiri atau diterminasi ditambah pengobatan medicinal; 2) Perawatan
konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan medicinal.
1)
Perawatan aktif, sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada setiap penderita
dilakukan pemeriksaan fetal assessment yakni pemeriksaan non stress test (NST) dan ultrasonografi (USG) dengan indikasi
salah satu atau lebih yakni :
a)
Ibu: Usia kehamilan 37 minggu atau lebih, adanya tanda – tanda impending
eklamsia, kegagalan terapi konserfatif yaitu setelah 6 jam pengobatan meditasi
terjadi kenaikan desakan tekanan darah atau setelah 24 jam perawatan medicinal,
ada gejala – gejala status quo (tidak ada perbaikan)
b)
Janin: Hasil fetal assasemen jelek (NST dan USG) adanya tanda IUGR
c)
Hasil laboratorium: Adanya HELLP syndrome
2)
Pengobatan medisinal pasien PEB dilakukan di RS dan atas instruksi dokter yaitu
segera masuk RS, tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital diperiksa setiap
30 menit, reflek patela setiap jam, infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter
diselingi dengan infus RL (60 – 125 cc/jam) 500cc berikan antasida : diet cukup
protein, rendah karbohidrat lemak dan garam, pemberian obat anti kejang MgSO4
diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda – tanda edema paru, payah
jantungkongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid injeksi 40 mg/IM.
3)
Antihapertensi diberikan bila tekanan darah sistolis lebih 180 mmHg (diastol
lebih 110 mmHg atau MAP lebih 125 mmHg sasaran pengobatan adalah tekanan
diastolis kurang 105 mmHg bukan kurang 90 mmHg karena akan menurunkan perfusi
plasenta dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
4)
Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya diberikan obat–obat
antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu) catapres injeksi. Dosis
yang biasa dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau pres disesuaikan
dengan tekanan darah.
5)
Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat di berikan tablet anti
hipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam maksimal 4 – 5 kali. Bersama
dengan awal pemberian sublingual maka obat yang sama mulai diberikan secara
oral.
6)
Pengobatan jantung jika ada indikasinya yakni ada tanda – tanda menjurus payah
jantung diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid D.
7)
Lain – lain : Konsul penyakit dalam/jantung, mata, obat – obat anti piretik
diberikan bila suhu rectal 38,5ºC dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin
atau alkohol atau xylomidon 2 cc IM, antibiotik
diberikan atas indikasi. Diberikan ampicilin 1 gr/ 6 jam/ IV/hari, anti nyeri
bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus dapat diberikan
petidin HCL 50 – 75 mg sekali saja, selambat lambatnya 2 jam sebelum janin
lahir.
Pencegahan
Pada
umumnya timbulnya eklamsia dapat dicegah atau frekuensinya dapat dikurangi.
Usaha – usaha untuk menurunkan frekuensi eklamsia adalah :
1)
Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua
wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil muda.
2)
Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda pre eklamsia dan megobatinya segera
bila ditemukan
3)
Mengakhiri kehamilan sedapat dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila
dirawat tanda – tanda pre eklamsia tidak juga dapat hilang. (Rukiyah, 2010)
12. Komplikasi
Komplikasi terberat adalah kematian
ibu dan janin. Komplikasi dibawah
ini yang bisa terjadi pada pre eklamsia dan eklamsia (Rukiyah, 2010) :
1) Solusio
Plasenta
Komplikasi ini terjadi pada ibu yang
menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada pre eklamsia
2)
Hipofibrinogenemia
Biasanya terjadi pada pre eklamsia
berat. Oleh karena itu dianjurkan untuk pemeriksaan kadar fibrinogen secara
berkala.
3) Hemolisis
Penderita dengan PEB kadang – kadang
menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenel dengan ikterus. Belum
diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel hati atau destruksi
sel darh merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada autopsy
penderita eklamsia dapat menerangkan ikterus tersebut.
Komplikasi ini merupakan penyebab
utama kematian maternal penderita eklamsia.
5) Kelainan Mata
Kehilangan penglihatan untuk
sementara yang berlangsung sampai seminggu dapat terjadi. Perdarahan kadang –
kadang terjadi pada retina. Hal ini merupakan tanda gawat akan terjadi
apopleksia serebri.
6) Edema Paru –
Paru
Paru – paru menunjukkan berbagai
tingkat edema dan perubahan karena bronkopnemonia sebagai akibat aspirasi.
Kadang – kadang ditemukan abses paru – paru.
7) Nekrosis Hati
Nekrosis periportal hati pada pre
eklamsia/eklamsia merupakan akibat vasopasme
arteriole umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklamsia, tetapi juga dapat
terjadi pada penyakit lain. Kerusakan sel – sel hati dapat diketahui dengan
pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim–enzimnya.
8) Sindroma HELLP (Haemolisys elevated liver
enzymes dan low palatelet)
Merupakan sindrom kumpulan gejala
klinis berupa gangguan fungsi hati, hepatoselular (peningkatan enzim hati [SGOT,SGPT], gejala subyektif [cepat lelah, mual, muntah, nyeri
epigastrium]). Hemolisis akibat kerusakan membrane eritrosit oleh radiakl bebas
asam lemak jenuh dan tak jenuh. Trombositopenia (,150.000/cc), agregasi (adhesi
trombosit did inding vaskuler), kerusakan tromboksan (vasokonstriktor kuat), lisosom.
9) Kelainan Ginjal
Kelainan ini berupa endoteliosis
glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel endothelial tubulus ginjal tanpa
kelainan struktur yang lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria
samapi gagal ginjal.
10) Komplikasi Lain
Lidah tergigit, trauma dan fraktur
karena jatuh akibat kejang – kejang pneumoni aspirasi dan DIC (disseminated intravascular coagulation)
11) Pada Janin
Menurut Rukiyah (2010), komplikasi
pre eklamsia pada janin adalah :
Janin yang dikandung ibu hamil pre
eklamsia akan hidup dalam rahim dengan nutrisi dan oksigen dibawah normal.
Keadaan ini bisa terjadi karena pembuluh darh yang menyalurkan darah ke
plasenta menyempit, karena buruknya nutrisi pertumbuhan janin akan terhambat
sehingga akan terjadi bayi dengan berat lahir rendah. Bisa juga janin
dilahirkan kurang bulan (prematuritas), komplikasi lanjut dari prematuritas
adalh keterlambatan belajar, epilepsy, serebral palsy, dan masalah pada
pendengaran dan penglihatan, bayi saat dilahirkan asfiksia, dsb.
DAFTAR PUSTAKA
1. Adsence. 2012. http://www.jurnalskripsi.net/hubungan-paritas-dan-usia-ibu-dengan-kejadian-pre-eklampsia-berat-peb/2012/4873/
(Diakses tanggal 06 April 2012 )
2. Angsar, 2008 http://www.google.com
(Diakses tanggal 06 April 2012)
3. Arikunto, Suharsini.2010. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta:Rineka Cipta
4. Bobak, Lowdermik, jansen. 2004. Buku
Ajar keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC
5. Boyle, Maureen. 2007. Buku Saku
Bidan Kedaruratan Dalam Persalinan. Jakarta: EGC
6. Chapman, Vicky. 2006. Asuhan
Kebidanan Persalinan Dan Kelahiran. Jakarta: EGC
7. Cuningham, F. Gary.Dkk. 2005.
Obstetri Williams. Jakarta : EGC
8. Hidayat, Aziz Alimul. 2007. Riset
Keperawatan Dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta:Salemba Medika
9. Manuaba, Candradinata.. 2008 . Gawat
Darurat Obstetri Ginekologi Dan Obstetri Ginekologi Social Untuk Profesi Bidan.
Jakarta : EGC
10. Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan
Maternitas. Jakarta: Salemba Medika
11. Mochtar, rustam. 2007. Sinopsis
Obstetri. Jakarta : EGC
12. Notoatmodjo,Soekidjo. 2005.
Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:Rineka Cipta
13. Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
14. Rozikhan.2007. http://www.google.com
(Diakses tanggal 06 April 2012 )
15. Sujiyatini, dkk. 2009. Asuhan
Patologi Kebidanan. Jakarta: Nuha Medika
16. Suyanto dan Ummi Salamah. 2009.
Riset Kebidanan Metodologi Dan Aplikasi. Jogjakarta:Mitra Cendekia
17. Woro, Dyah. 2012. http://alumni.unair.ac.id/detail.php?id=59119&faktas
=Kedokteran (Diakses tanggal 03 April 2012 )
18. Winkjosastro, Hanifa. 2006. Ilmu
Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
19. Yeyeh, Rukiyah. 2010. Asuhan
Kebidanan 4 (Patologi). Jakarta: CV Trans Info Media